Review Novel Pertemuan Djodoh by Abdoel Moeis

Maya Kartika

Sebuah Karya Abdoel Moeis yang Menggugah Pikiran

"Pertemuan Djodoh" merupakan salah satu karya sastra terkemuka dari Abdoel Moeis, seorang penulis ternama Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat. Novel ini diterbitkan pada tahun 1926 dan menjadi bukti nyata akan ketajaman pengamatannya terhadap realitas sosial dan budaya Minangkabau pada masanya. Melalui tokoh-tokoh yang kompleks dan alur cerita yang memikat, Abdoel Moeis menyajikan sebuah refleksi kritis tentang perkawinan tradisional dan modernitas dalam konteks masyarakat Minangkabau di awal abad ke-20.

Sinopsis Singkat Novel Pertemuan Djodoh

Novel ini bercerita tentang dua tokoh utama, yaitu Sitti Nurbaya dan Zainuddin. Sitti Nurbaya merupakan gadis cantik dan cerdas yang berasal dari keluarga terpandang di Padang. Ia dijodohkan oleh orang tuanya dengan Datuk Marajo, seorang pria tua kaya yang berstatus sebagai penghulu. Sementara itu, Zainuddin adalah pemuda tampan dan berpendidikan tinggi yang jatuh cinta pada Sitti Nurbaya.

Konflik utama dalam novel ini muncul ketika Sitti Nurbaya menolak perjodohan dengan Datuk Marajo dan memilih untuk menikahi Zainuddin. Namun, keinginan mereka untuk bersama terhalang oleh adat istiadat Minangkabau yang kuat. Di sisi lain, Zainuddin harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia tidak memiliki harta dan kekayaan seperti Datuk Marajo. Akhirnya, Sitti Nurbaya dipaksa untuk menikahi Datuk Marajo, sementara Zainuddin pergi meninggalkan Padang untuk mengejar cita-citanya.

Perkawinan Tradisional dan Modernitas: Sebuah Pertemuan yang Kontroversial

Abdoel Moeis dengan cerdas menggambarkan kontradiksi yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau pada masa itu. Di satu sisi, masyarakat masih memegang teguh tradisi perjodohan yang diwariskan turun-temurun. Perjodohan dianggap sebagai cara yang paling aman dan terhormat untuk memastikan kelangsungan hidup keluarga dan menjaga status sosial. Di sisi lain, munculnya kaum terpelajar dan kaum muda yang menginginkan kebebasan dalam memilih pasangan hidup.

BACA JUGA:   Menyelami Karya Dee Lestari: Sebuah Review Mendalam

Dalam novel ini, Sitti Nurbaya menjadi simbol kaum perempuan Minangkabau yang terjebak dalam sistem perjodohan yang tidak adil. Ia dihadapkan pada pilihan yang sulit: mengikuti keinginan orang tuanya atau mengikuti hati nuraninya. Zainuddin, di sisi lain, mewakili kaum muda yang ingin melepaskan diri dari belenggu tradisi dan membangun kehidupan baru berdasarkan cinta dan persamaan hak.

Kritik Terhadap Adat Istiadat dan Sistem Perjodohan

Abdoel Moeis dengan berani mengkritik adat istiadat Minangkabau yang dianggapnya merugikan kaum perempuan. Melalui tokoh Sitti Nurbaya, ia menyuarakan keprihatinan terhadap praktik perjodohan yang seringkali mengabaikan keinginan dan aspirasi perempuan. Perkawinan dianggap sebagai transaksi ekonomi dan sosial yang merugikan perempuan, dan mereka dipaksa untuk tunduk pada kehendak keluarga dan masyarakat.

Novel ini tidak hanya mengecam sistem perjodohan, tetapi juga menunjukkan betapa adat istiadat yang kaku dapat menjadi penghalang bagi kemajuan dan perkembangan masyarakat. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang mencolok antara kaum terpelajar dan kaum tradisional menjadi salah satu penyebab utama konflik dalam novel ini.

Refleksi Perjalanan Batin Tokoh

Abdoel Moeis berhasil melukiskan perjalanan batin tokoh-tokoh dalam novelnya secara detail. Sitti Nurbaya mengalami pergolakan batin yang hebat ketika harus memilih antara cinta dan kewajiban. Ia terjebak dalam dilema antara mengikuti keinginan hatinya dan memenuhi tuntutan adat istiadat. Zainuddin, di sisi lain, mengalami kekecewaan dan kesedihan setelah gagal mempersunting Sitti Nurbaya. Ia harus berjuang untuk mencapai cita-citanya di tengah rasa kehilangan dan kesepian.

Novel ini menggambarkan bagaimana cinta, ambisi, dan idealisme saling berbenturan dalam realitas sosial yang kompleks. Abdoel Moeis dengan halus menunjukkan bagaimana konflik internal yang dialami tokoh-tokoh dapat mempengaruhi perilaku dan pilihan mereka dalam kehidupan.

BACA JUGA:   Review Novel Eiffel, Tolong! by Clio Freya

Signifikansi "Pertemuan Djodoh" dalam Sejarah Sastra Indonesia

"Pertemuan Djodoh" tidak hanya sekadar sebuah novel romantis, tetapi juga merupakan karya sastra yang memiliki nilai historis dan sosial yang tinggi. Novel ini menjadi cerminan dari dinamika masyarakat Minangkabau pada awal abad ke-20. Ia menunjukkan bagaimana tradisi dan modernitas saling berbenturan dan membentuk lanskap sosial yang kompleks.

Abdoel Moeis, melalui novel ini, berhasil mengangkat isu-isu penting seperti hak perempuan, perkawinan, dan pendidikan. Karya sastra ini telah menginspirasi banyak penulis dan sastrawan Indonesia lainnya untuk terus menerus menyuarakan keprihatinan mereka terhadap realitas sosial dan budaya.

Kesimpulan

"Pertemuan Djodoh" merupakan sebuah karya sastra yang penuh dengan makna dan pesan moral. Novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah pikiran dan mendorong pembaca untuk merenungkan tentang nilai-nilai tradisional dan modernitas dalam konteks masyarakat Indonesia. Melalui tokoh-tokoh yang kompleks dan alur cerita yang memikat, Abdoel Moeis berhasil menyajikan sebuah refleksi kritis tentang perkawinan, adat istiadat, dan peran perempuan dalam masyarakat Minangkabau. Karya ini merupakan bukti nyata akan kecerdasan dan ketajaman pengamatan Abdoel Moeis dalam menangkap realitas sosial dan budaya pada masanya.

Also Read

Bagikan: