Review Buku "Bumi Manusia"

Sinta Ananda

Pengantar

"Bumi Manusia" adalah novel pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar Indonesia. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1980 dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. "Bumi Manusia" tidak hanya menawarkan cerita yang menarik, tetapi juga memberikan pandangan mendalam tentang sejarah dan budaya Indonesia pada awal abad ke-20.

Sinopsis Singkat

Novel ini mengisahkan kehidupan Minke, seorang pemuda pribumi yang bersekolah di Hogere Burgerschool (HBS), sekolah elit yang biasanya hanya diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa dan elite pribumi. Minke adalah seorang penulis berbakat yang sering menulis artikel untuk koran Belanda dengan nama samaran Max Tolenaar. Cerita ini juga menyoroti hubungan Minke dengan Nyai Ontosoroh, seorang wanita pribumi yang menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme dan feodalisme.

Karakter Utama

Minke

Minke adalah tokoh utama dalam novel ini. Sebagai anak seorang bupati, ia memiliki privilese yang memungkinkan dirinya bersekolah di HBS. Minke digambarkan sebagai sosok yang cerdas, kritis, dan memiliki kecintaan yang mendalam terhadap sastra. Melalui karakter Minke, Pramoedya menggambarkan perjuangan seorang pribumi dalam mencari identitas dan kebebasan di tengah tekanan kolonialisme.

Nyai Ontosoroh

Nyai Ontosoroh, atau Sanikem, adalah ibu dari Annelies dan istri dari Herman Mellema, seorang Belanda. Meskipun statusnya sebagai nyai (selir), Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai wanita yang kuat, cerdas, dan berani melawan ketidakadilan. Karakternya menjadi simbol perlawanan terhadap sistem feodal dan kolonial yang menindas.

Annelies Mellema

Annelies adalah putri dari Nyai Ontosoroh dan Herman Mellema. Ia digambarkan sebagai gadis yang cantik dan lembut, yang menjadi pusat perhatian Minke. Hubungan cinta antara Minke dan Annelies menjadi salah satu elemen penting dalam cerita ini.

BACA JUGA:   "I Have Anxiety": A Deep Dive into the Mind of a Worried World

Tema dan Pesan Moral

Perjuangan Melawan Kolonialisme

Salah satu tema utama dalam "Bumi Manusia" adalah perjuangan melawan kolonialisme. Melalui karakter-karakternya, Pramoedya menggambarkan bagaimana sistem kolonial Belanda menindas rakyat pribumi dan bagaimana mereka berjuang untuk mendapatkan kebebasan dan keadilan.

Keadilan dan Kebenaran

Pramoedya juga menekankan pentingnya keadilan dan kebenaran. Melalui kata-kata Minke, "Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan," Pramoedya mengingatkan pembaca bahwa keadilan harus dimulai dari diri sendiri.

Emansipasi Wanita

Nyai Ontosoroh adalah simbol emansipasi wanita dalam novel ini. Meskipun statusnya sebagai nyai, ia menunjukkan bahwa wanita juga memiliki hak untuk berpendidikan dan berjuang melawan ketidakadilan. Karakternya menginspirasi pembaca untuk menghargai dan memperjuangkan hak-hak wanita.

Gaya Penulisan

Narasi yang Kuat

Pramoedya dikenal dengan gaya penulisannya yang kuat dan penuh emosi. Dalam "Bumi Manusia," ia menggunakan narasi yang mendalam untuk menggambarkan perasaan dan pikiran karakter-karakternya. Hal ini membuat pembaca dapat merasakan perjuangan dan penderitaan yang dialami oleh Minke dan karakter lainnya.

Deskripsi yang Detail

Deskripsi yang detail adalah salah satu kekuatan Pramoedya dalam novel ini. Ia menggambarkan setting dan suasana dengan sangat rinci, sehingga pembaca dapat membayangkan dengan jelas latar belakang cerita. Deskripsi ini juga membantu pembaca memahami konteks sejarah dan budaya yang melatarbelakangi cerita.

Kontroversi dan Pelarangan

Pelarangan di Era Orde Baru

"Bumi Manusia" sempat dilarang beredar di Indonesia pada era Orde Baru karena dianggap mengandung unsur ajaran Marxisme dan Leninisme. Namun, meskipun dilarang, novel ini tetap mendapatkan apresiasi yang tinggi dari pembaca dan kritikus sastra, baik di dalam maupun luar negeri.

Pengaruh Terhadap Sastra Indonesia

Meskipun menghadapi banyak kontroversi, "Bumi Manusia" memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan sastra Indonesia. Novel ini dianggap sebagai salah satu karya sastra terbaik yang pernah ditulis oleh seorang penulis Indonesia. Pengaruhnya terlihat dari banyaknya penulis muda yang terinspirasi oleh gaya penulisan dan tema-tema yang diangkat oleh Pramoedya.

BACA JUGA:   Menjelajahi Dunia Sihir: Review Bacaan Anak-Anak untuk Merangsang Imajinasi

Adaptasi ke Layar Lebar

Film "Bumi Manusia"

Pada tahun 2019, novel "Bumi Manusia" diadaptasi menjadi film layar lebar dengan judul yang sama. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan sebagai Minke dan Mawar Eva de Jongh sebagai Annelies. Adaptasi ini mendapatkan sambutan yang positif dari penonton dan kritikus film, meskipun ada beberapa perbedaan dengan novel aslinya.

Tantangan dalam Adaptasi

Mengadaptasi novel setebal 535 halaman menjadi film tentu bukan tugas yang mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menyampaikan kompleksitas cerita dan karakter dalam durasi yang terbatas. Meskipun demikian, film "Bumi Manusia" berhasil menangkap esensi dari novel dan menyampaikan pesan-pesan penting yang diangkat oleh Pramoedya.

Kesimpulan

"Bumi Manusia" adalah sebuah mahakarya yang tidak hanya menawarkan cerita yang menarik, tetapi juga memberikan pandangan mendalam tentang sejarah dan budaya Indonesia. Melalui karakter-karakternya yang kuat dan tema-tema yang relevan, Pramoedya Ananta Toer berhasil menyampaikan pesan-pesan penting tentang keadilan, kebebasan, dan perjuangan melawan penindasan. Novel ini tetap relevan hingga hari ini dan menjadi salah satu karya sastra yang wajib dibaca oleh setiap generasi.

: Kitareview.com
: Kompas.com
: Danirachmat.com

Also Read

Bagikan: