Review Novel Mantra Pejinak Ular by Kuntowijoyo

Lia Susanti

Perkenalan dengan Mantra Pejinak Ular dan Kuntowijoyo

Kuntowijoyo, sastrawan ternama Indonesia, dalam novelnya "Mantra Pejinak Ular" menghadirkan sebuah dunia penuh misteri dan tradisi yang menghipnotis pembaca. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1982 dan sejak saat itu telah memikat banyak orang dengan alur cerita yang menegangkan dan karakter yang kuat.

"Mantra Pejinak Ular" mengisahkan perjalanan seorang pemuda bernama Wiji yang hidup di tengah masyarakat Jawa yang kaya akan adat istiadat. Wiji terlahir dalam keluarga yang memiliki hubungan erat dengan dunia mistis, khususnya tradisi pejinak ular. Kisah ini berlatar di pedesaan Jawa dan menyinggung berbagai isu seperti kemiskinan, eksploitasi, dan pergulatan batin dalam menghadapi tradisi.

Alur Cerita yang Menegangkan dan Misterius

"Mantra Pejinak Ular" diawali dengan gambaran kehidupan Wiji yang sederhana di desa. Ia memiliki bakat khusus dalam menangani ular, sebuah keahlian yang turun temurun dari keluarganya. Namun, kehidupan Wiji berubah drastis ketika ia bertemu dengan seorang perempuan misterius bernama Laras. Laras membawa rahasia yang tersembunyi dan melibatkan Wiji dalam sebuah petualangan menegangkan.

Novel ini dibangun dengan alur cerita yang non-linear, membuat pembaca terus penasaran dan berusaha memahami berbagai misteri yang terungkap secara bertahap. Kuntowijoyo dengan mahir memainkan intrik dan teka-teki dalam cerita, menciptakan atmosfer mencekam yang terus membuat pembaca terpaku. Rahasia masa lalu, konflik batin, dan kekuatan mistis yang terkandung dalam mantra pejinak ular menjadi benang merah yang menghubungkan setiap bagian cerita.

Karakter yang Kompleks dan Berlapis

Karakter dalam "Mantra Pejinak Ular" digambarkan dengan detail dan realistis. Wiji, sebagai tokoh utama, memiliki karakter yang kompleks. Ia diperlihatkan sebagai pemuda yang lugu, namun memiliki tekad yang kuat untuk mengungkap kebenaran di balik misteri yang melingkupi Laras. Karakter Laras sendiri membawa aura misterius dan memikat, membuat Wiji terjebak dalam pergulatan antara cinta dan bahaya.

BACA JUGA:   Review Novel "Hilmy Milan" oleh Nadia Ristivani

Selain Wiji dan Laras, novel ini juga menghadirkan sejumlah karakter pendukung yang memikat dan memainkan peran penting dalam cerita. Tokoh-tokoh ini, seperti Pak Kromo (ayah Wiji), Karti (teman Wiji), dan Ki Suwito (dukun desa), mencerminkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, baik yang positif maupun yang negatif. Kuntowijoyo berhasil menciptakan karakter yang kompleks dan relatable, membuat pembaca mudah terhubung dengan kisah mereka.

Penggambaran Kehidupan Pedesaan Jawa yang Realistis

Kuntowijoyo dengan cermat menggambarkan kehidupan pedesaan Jawa pada masa itu. Ia menampilkan detail tentang kehidupan sehari-hari, tradisi, dan kepercayaan yang melekat dalam masyarakat tersebut. Pemandangan pedesaan dengan sawah, sungai, dan hutan menjadi latar belakang yang kuat untuk kisah ini.

Kuntowijoyo juga tidak ragu untuk menyoroti sisi gelap kehidupan pedesaan, seperti kemiskinan, eksploitasi, dan ketimpangan sosial. Ia menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa terjebak dalam siklus kemiskinan dan sulit untuk keluar dari jerat tersebut. Melalui tokoh-tokoh seperti Pak Kromo dan Karti, Kuntowijoyo menggambarkan perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan.

Penggunaan Bahasa yang Puitis dan Menawan

Kuntowijoyo menggunakan bahasa yang indah dan puitis dalam novelnya. Ia memperlihatkan penguasaan bahasa Jawa yang halus dan kaya akan makna, sehingga mampu menciptakan suasana yang atmosferis dan menghibur pembaca. Penggunaan bahasa yang khas Jawa, termasuk peribahasa dan ungkapan, membuat cerita ini lebih berwarna dan menarik.

Tradisi dan Kekuatan Mistis: Sebuah Refleksi Budaya

"Mantra Pejinak Ular" tidak hanya merupakan cerita fiksi, tetapi juga merupakan refleksi terhadap budaya Jawa dan kekuatan mistis yang melekat di dalamnya. Kuntowijoyo secara cermat menampilkan berbagai tradisi Jawa, seperti tradisi pejinak ular, ritual adat istiadat, dan kepercayaan terhadap makhluk gaib. Tradisi ini diperlihatkan sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat Jawa, baik dalam aspek positif maupun negatif.

BACA JUGA:   Ulasan Novel Sabtu Bersama Bapak

Novel ini mengungkap bagaimana tradisi dapat menjadi sumber kekuatan, namun juga dapat menjadi sumber penindasan. Kuntowijoyo tidak mencoba untuk menilai tradisi secara absolut, melainkan menampilkan kompleksitas dan kontradiksi yang melekat dalam tradisi tersebut.

Also Read

Bagikan: