Review Novel Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai by Marah Rusli

Lia Susanti

Pendahuluan

"Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai" merupakan novel klasik karya Marah Rusli yang terbit pada tahun 1922. Karya ini telah menjadi ikon sastra Indonesia dan terus digemari hingga saat ini. Novel ini mengisahkan tentang cinta terlarang antara Sitti Nurbaya, seorang gadis cantik dari keluarga terpandang, dan Samsul Bahri, seorang pemuda miskin yang mencintainya. Kisah cinta mereka terhalang oleh perbedaan status sosial dan tradisi yang kaku.

Plot yang Menarik dan Penuh Tragedi

Novel ini dimulai dengan gambaran kehidupan Sitti Nurbaya, seorang gadis yang cantik, cerdas, dan berjiwa bebas. Ia hidup dalam keluarga terpandang di Padang, Sumatera Barat, dan dibesarkan dengan aturan dan norma yang ketat. Sitti Nurbaya jatuh cinta pada Samsul Bahri, seorang pemuda miskin yang mencintainya dengan tulus. Namun, cinta mereka terhalang oleh perbedaan status sosial dan tradisi yang kaku.

Ayah Sitti Nurbaya, Datuk Murah, seorang pemuka masyarakat, menentang hubungan mereka dan memaksa Sitti Nurbaya untuk menikah dengan seorang pria kaya dan berpengaruh, Datuk Sutan Ibrahim. Sitti Nurbaya dipaksa untuk menikahi orang yang tidak dicintainya. Pernikahan ini merupakan perkawinan paksa yang membuat Sitti Nurbaya menderita.

Sepanjang cerita, Sitti Nurbaya diperlihatkan sebagai sosok perempuan yang kuat dan teguh dalam pendiriannya, meskipun ia harus menghadapi kenyataan pahit pernikahan tanpa cinta. Namun, cintanya kepada Samsul Bahri tetap terukir dalam hatinya.

Keadaan semakin rumit ketika Samsul Bahri, yang patah hati karena kehilangan Sitti Nurbaya, memutuskan untuk pergi merantau ke tanah Jawa. Sitti Nurbaya pun berusaha untuk melupakan Samsul Bahri dan menjalani kehidupan barunya sebagai istri Datuk Sutan Ibrahim. Namun, luka lama kembali menganga ketika Samsul Bahri kembali ke Padang dan bertemu dengan Sitti Nurbaya.

BACA JUGA:   Resensi Buku Novel 5 cm

Pertemuan ini membangkitkan kembali perasaan cinta yang terpendam. Namun, nasib berkata lain. Samsul Bahri meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya. Sitti Nurbaya yang kehilangan Samsul Bahri untuk kedua kalinya pun semakin menderita dan akhirnya meninggal dunia beberapa tahun kemudian.

Karakter yang Memikat dan Berkesan

Salah satu kekuatan utama novel ini adalah karakter yang memikat dan berkesan. Sitti Nurbaya digambarkan sebagai sosok perempuan yang teguh dan berprinsip, namun juga lembut dan penuh kasih sayang. Ia menjadi simbol wanita yang terjebak dalam tradisi yang kaku dan harus berjuang untuk meraih kebahagiaannya.

Samsul Bahri digambarkan sebagai sosok pria yang setia, tulus, dan penuh pengorbanan. Ia adalah gambaran ideal seorang pria yang rela berkorban untuk mendapatkan cinta yang diinginkan.

Tokoh Datuk Murah digambarkan sebagai sosok ayah yang keras dan kaku, yang lebih mementingkan status sosial dan tradisi daripada kebahagiaan anak perempuannya. Datuk Sutan Ibrahim digambarkan sebagai sosok pria yang egois dan tidak peka terhadap perasaan Sitti Nurbaya.

Tema Utama: Cinta, Tradisi, dan Perbedaan Status Sosial

Novel "Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai" mengangkat tema utama tentang cinta, tradisi, dan perbedaan status sosial. Novel ini menunjukkan bagaimana cinta dapat terhalang oleh tradisi dan perbedaan status sosial yang kaku.

Cinta antara Sitti Nurbaya dan Samsul Bahri merupakan simbol cinta sejati yang terhalang oleh tradisi yang tidak adil. Perbedaan status sosial menjadi penghalang utama bagi mereka untuk bersama.

Tradisi dan norma yang berlaku di masyarakat Minangkabau pada masa itu menjadi penghalang utama bagi Sitti Nurbaya dan Samsul Bahri untuk bersama. Tradisi perkawinan yang diatur oleh keluarga dan status sosial membuat Sitti Nurbaya harus menikah dengan orang yang tidak dicintainya.

BACA JUGA:   Review Novel The Death to Come (The Search for Merlin, #1) by Tyas Palar

Gaya Bahasa yang Indah dan Puitis

Marah Rusli menggunakan bahasa yang indah dan puitis dalam novel ini. Gaya bahasanya yang khas dengan penggunaan diksi yang tepat dan pemilihan kata yang indah membuat pembaca seolah-olah ikut merasakan suasana dan perasaan tokoh-tokoh dalam cerita.

Marah Rusli juga menggunakan banyak metafora dan simbolisme untuk memperkaya makna dalam novel ini. Misalnya, "Kasih Tak Sampai" sebagai judul novel ini merupakan simbol cinta yang terputus karena berbagai halangan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar.

Pesan Moral yang Mendalam

"Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai" bukan hanya sebuah novel cinta, tetapi juga sebuah kritik sosial yang tajam terhadap tradisi dan norma yang berlaku di masyarakat Minangkabau pada masa itu. Novel ini menyiratkan pesan moral yang mendalam tentang pentingnya kebebasan, persamaan hak, dan cinta sejati.

Novel ini juga mengingatkan kita bahwa cinta tidak mengenal batas, termasuk perbedaan status sosial. Namun, cinta juga harus diiringi dengan keberanian untuk melawan tradisi yang kaku dan ketidakadilan.

Pengaruh terhadap Sastra Indonesia

"Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai" menjadi salah satu karya sastra Indonesia yang berpengaruh dan menginspirasi banyak penulis berikutnya. Novel ini dianggap sebagai salah satu karya sastra Indonesia pertama yang mengangkat tema cinta dan tradisi dengan cara yang realistis dan menyentuh.

Karya ini juga menunjukkan evolusi sastra Indonesia dari masa lama ke masa baru. Marah Rusli membuka jalan bagi penulis berikutnya untuk lebih bebas mengangkat tema sosial dan budaya dalam karya-karya mereka.

Kesimpulan

"Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai" merupakan novel klasik karya Marah Rusli yang memiliki nilai sastra dan moral yang tinggi. Novel ini menyajikan kisah cinta yang tragis, tetapi juga memberikan pesan moral yang mendalam tentang pentingnya kebebasan, persamaan hak, dan cinta sejati. Karya ini menjadi salah satu ikon sastra Indonesia yang terus digemari hingga saat ini dan akan terus relevan untuk dibaca dan direnungkan.

Also Read

Bagikan: