Review Novel Wisanggeni: Sang Buronan by Seno Gumira Ajidarma

Lia Susanti

Seno Gumira Ajidarma: Sang Maestro Pencerita

Seno Gumira Ajidarma, maestro sastra Indonesia, dikenal dengan karyanya yang sarat metafora, simbolisme, dan filosofi. Dalam novelnya, "Wisanggeni: Sang Buronan," Ajidarma kembali menunjukkan kehebatannya dalam mengolah bahasa dan membangun cerita yang memikat. Novel ini, yang terbit tahun 2010, merupakan sekuel dari novel sebelumnya, "Sang Penakluk," dan menjadi bagian dari tetralogi "Wisanggeni" yang belum tuntas.

Wisanggeni: Sang Buronan – Sebuah Pencarian Identitas

"Wisanggeni: Sang Buronan" mengambil latar waktu sekitar abad ke-16, tepatnya di masa kerajaan Majapahit. Kisah ini berpusat pada Wisanggeni, seorang pemuda yang diburu oleh pasukan kerajaan karena dianggap sebagai pemberontak. Dalam pelariannya, Wisanggeni bertemu dengan berbagai tokoh, seperti seorang pendeta, seorang pertapa, dan seorang pelacur, yang kemudian menjadi kunci penting dalam perjalanannya menemukan jati diri.

Novel ini disusun secara non-linear, dengan alur cerita yang berpindah-pindah antara masa lalu dan masa kini. Melalui teknik ini, Ajidarma memaksa pembaca untuk aktif terlibat dalam proses memahami cerita. Setiap potongan cerita, baik dari masa lalu maupun masa kini, saling terkait dan memberikan perspektif baru tentang karakter Wisanggeni.

Simbolisme dan Metafora yang Mendalam

Ajidarma, seperti dalam karya-karyanya yang lain, menggunakan simbolisme dan metafora yang kaya dan kompleks dalam "Wisanggeni: Sang Buronan." Sebuah contohnya adalah penggunaan motif air dan api. Air, yang melambangkan kehidupan dan kebebasan, menjadi simbol yang menonjol dalam perjalanan pelarian Wisanggeni. Di sisi lain, api, yang merepresentasikan kekerasan dan kehancuran, menjadi simbol dari ancaman yang dihadapi Wisanggeni.

Melalui simbolisme dan metafora ini, Ajidarma berhasil menciptakan makna yang lebih dalam dari sekedar cerita tentang pelarian. "Wisanggeni: Sang Buronan" menjadi sebuah refleksi tentang kehidupan, kematian, dan pencarian jati diri.

BACA JUGA:   Review Novel "The Star and I"

Menelusuri Jejak Sejarah dan Filosofi

"Wisanggeni: Sang Buronan" tidak hanya menghadirkan cerita fiksi, tetapi juga membawa pembaca untuk menelusuri jejak sejarah dan filosofi. Novel ini menyajikan gambaran tentang kehidupan masyarakat Jawa di masa lampau, dengan tradisi, kepercayaan, dan konflik yang mewarnai kehidupan mereka. Ajidarma juga memasukkan unsur-unsur filosofi Jawa, seperti konsep "dharma" dan "karma," yang menjadi dasar pemikiran dan tindakan para tokoh dalam cerita.

Namun, Ajidarma tidak hanya sekedar mencatat sejarah dan filosofi. Ia menggunakannya sebagai landasan untuk membangun cerita yang memikat dan penuh makna. Dengan menggabungkan elemen sejarah, filosofi, dan fiksi, Ajidarma berhasil menciptakan sebuah karya sastra yang kompleks dan mendalam.

Bahasa yang Puitis dan Menyentuh

Ajidarma dikenal sebagai seorang penulis yang sangat mahir dalam mengolah bahasa. Dalam "Wisanggeni: Sang Buronan," Ajidarma kembali menunjukkan kehebatannya dengan menggunakan bahasa yang puitis, metaforis, dan penuh makna.

Gaya bahasa yang Ajidarma gunakan dalam novel ini sangat khas. Penggunaan kalimat-kalimat pendek, namun sarat makna, menjadikan novel ini mudah dicerna, namun tetap kaya akan nuansa dan makna. Ajidarma juga piawai dalam menggunakan diksi yang tepat, sehingga mampu menghadirkan suasana dan nuansa yang kuat dalam cerita.

Menjelajahi Misteri dan Ketegangan

"Wisanggeni: Sang Buronan" tidak hanya menghadirkan cerita tentang perjalanan pencarian jati diri, tetapi juga menebarkan misteri dan ketegangan. Keberadaan Wisanggeni sebagai buronan, dengan ancaman yang mengintai di setiap langkahnya, menciptakan ketegangan yang terus meningkat.

Misteri tentang jati diri Wisanggeni, motif di balik pengejarannya, dan siapa yang sebenarnya di balik semua ini, menjadi teka-teki yang menggantung sepanjang cerita. Ajidarma dengan cerdik mengungkap sedikit demi sedikit potongan-potongan informasi yang membuat pembaca penasaran dan ingin terus membaca hingga akhir.

BACA JUGA:   Review Novel Sengsara Membawa Nikmat by Tulis Sutan Sati

Refleksi tentang Kebenaran dan Keadilan

Di balik semua misteri dan ketegangan, "Wisanggeni: Sang Buronan" juga mengangkat tema tentang kebenaran dan keadilan. Wisanggeni, yang dituduh sebagai pemberontak, sebenarnya hanyalah korban dari permainan politik dan kekuasaan. Ia diburu, bukan karena kejahatan yang dilakukannya, tetapi karena identitas dan pandangannya yang berbeda.

Ajidarma, melalui "Wisanggeni: Sang Buronan," menyerukan tentang pentingnya keadilan dan kejujuran dalam sebuah sistem. Ia menunjukkan bagaimana kebenaran seringkali terdistorsi oleh kekuasaan dan kepentingan politik.

Wisanggeni: Sang Buronan: Sebuah Karya Sastra yang Tak Terlupakan

"Wisanggeni: Sang Buronan" adalah sebuah karya sastra yang memikat dan mendalam. Dengan alur cerita yang rumit, simbolisme yang kaya, dan bahasa yang puitis, novel ini mampu menghadirkan pengalaman membaca yang tak terlupakan.

Melalui Wisanggeni, Ajidarma membawa pembaca untuk menjelajahi misteri dan ketegangan, menelusuri jejak sejarah dan filosofi, dan merenungkan makna kehidupan, kematian, dan pencarian jati diri.

Ajidarma membuktikan dirinya sebagai seorang penulis yang mahir dalam mengolah bahasa dan membangun cerita yang penuh makna. "Wisanggeni: Sang Buronan" menjadi bukti nyata tentang kehebatan Ajidarma dalam menghasilkan karya sastra yang mampu menembus waktu dan terus relevan di setiap zaman.

Also Read

Bagikan: